Kita boleh bangga, pencak silat yang menjadi satu-satunya seni bela diri tradisional bangsa Indonesia telah berkembang pesat di negara-negara Eropa bahkan hingga Amerika Serikat. Tetapi bagaimana dengan pembinaan pencak silat di Jakarta dan sekitarnya? Meski tampaknya sepi, ternyata pembinaan itu masih marak.
Bukti bahwa pencak silat masih hidup terlihat ketika Pengurus Pusat Persatuan Pencak Silat (PPS) Putra Betawi mengadakan pertunjukan yang menampilkan berbagai perguruan pencak silat yang ada di wilayah Jakarta dan sekitarnya, Senin (21/8) lalu.
"Pertunjukan kali ini memang sengaja kami lakukan di mal. Sebab selain ingin lebih mendekatkan pencak silat kepada anak-anak muda kita, yang saat ini lebih senang memilih mal sebagai tempat menghilangkan kejenuhan. Juga agar masyarakat tahu kalau pencak silat hingga saat ini masih ada di Jakarta," ujar Sanusi dari Seksi Tradisional PPS Putra Betawi.
Hanya memang, ujar Bang Uci, begitu panggilan Sanusi yang berasal dari Perguruan Pencak Silat Pusaka Jakarta itu, dari 400 aliran yang ada di Jakarta dan sekitarnya, hanya sekitar 23 perguruan saja yang bisa ikut ambil bagian dalam pertunjukan pencak silat yang diorganisasi oleh PPS Putra Betawi.
Secara keseluruhan, pementasan yang berlangsung di Plaza Cibubur, Jakarta Timur, tersebut berlangsung menarik karena cukup banyak pengunjung mal yang berusaha melihat sendiri irama-irama gambang kromong yang ternyata beralih menjadi Gendang Pencak.
Menurut Uci, hanya satu kelemahan utama sekaligus menjadi kunci maju tidaknya pencak silat di Jakarta, yakni masalah kedisiplinan. "Sebab dalam undangan sudah kami ingatkan agar para pengurus perguruan yang ingin ambil bagian segera mendaftarkan diri mulai pukul 07.00 sampai pukul 08.00. Ternyata sampai pukul 18.00 masih ada yang mau mendaftarkan diri."
"Ya, saya sih berharap ke depan, baik itu pengurus, anak-anak kami sendiri, juga harus disiplin sehingga kalau pencak silat ini masih tetap dikenal di penjuru dunia. Kami-kami ini juga bisa sombong karena kedisiplinan orang-orang pencak silatnya," kata Uci, yang kini sudah memasuki usia 74 tahun.
Uci juga menyampaikan rasa syukurnya karena pertunjukan tersebut bisa dilaksanakan di Plaza Cibubur, sekalipun agak jauh dari pusat kota. "Ya, namanya juga gratisan. Kan yang punya mal itu Ketua Umum Persatuan Pencak Silat Putra Betawi Haji Deddy Suryadi."
"Kami hanya berharap kerja sama serupa juga bisa dilakukan dengan mal-mal lainnya dalam rangka terus menghidupkan pencak silat di Jakarta dan sekitarnya," kata Bang Uci. yang pernah menjadi instruktur beberapa film pencak silat layar lebar pada tahun 1960-an hingga tahun 1980-an, mulai dengan film Si Jampang Mencari Naga Hitam.
Kegiatan tersebut mendapat acungan jempol dari Rachmat Gobel, Ketua Harian Pengurus Besar Ikatan Pencak Silat Indonesia (PB IPSI). "Kami sangat menghargai semua upaya yang sudah dilakukan Persatuan Pencak Silat Putra Betawi. Mereka ikut memperkenalkan dan melestarikan pencak silat di dalam negeri," kata Rachmat.
Sebab, tambah Rachmat, yang juga Ketua Harian Persekutuan Pencak Silat Antarabangsa (Persilat), bagaimanapun perkembangan pencak silat di berbagai pelosok mancanegara harus tetap didukung oleh perkembangan pencak silat di negara asalnya, Indonesia.
"Makanya, saya juga berharap kita tidak hanya mempertahankan keberadaan pencak silat, tetapi juga harus mampu mengembangkan pencak silat di negeri sendiri. Entah itu dengan menambah jurus-jurus wajib baru atau dengan menetapkan peraturan baru yang mampu menjadikan setiap pertandingan menjadi lebih fair," ujar Rachmat Gobel.
Di samping itu, kata Rachmat, Persatuan Pencak Silat Putra Betawi perlu menghidupkan kembali beberapa agenda pertandingan yang sebelumnya pernah ada. Agar para pesilat di Jakarta mempunyai tujuan setelah berlatih di perguruan masing-masing. "Sebab, dulu saya masih ingat pencak silat DKI Jakarta dan sekitarnya ini memiliki turnamen dalam rangka memperebutkan Piala Kepala Kepolisian Metro Jaya atau Piala Panglima Komando Daerah Militer Jakarta Raya," ujarnya.
Deddy Suryadi bersama pengurus PPS Putra Betawi memang langsung berpikir cepat. "Kami sendiri sebenarnya tengah membicarakan bentuk kejuaraan apa yang akan dilaksanakan setiap tahunnya. Apa memang harus mengacu kepada peraturan PB IPSI atau cukup dengan peraturan PPS Putra Betawi, yang memang jarang dilaksanakan," katanya.
Tentu ada plus-minusnya. Sebab kalau tidak mengikuti peraturan PB IPSI, ada kemungkinan akan terjadi keributan dalam kejuaraan yang akan diadakan PPS Putra Betawi itu.
"Tetapi, kalau hanya mengikuti peraturan PB IPSI, event tersebut tidak akan menarik lagi karena pertandingan PB IPSI itu kan sudah biasa. Untuk itulah, saat ini kami masih terus membahas bersama teman-teman di PPS Putra Betawi," ujar Deddy.
"Sebenarnya," tambah Tubagus Bambang Sudrajat dari Perguruan Pencak Silat Cingkrik Goning, "Jangankan kejuaraan tetap, untuk tampil di mal seperti yang dilakukan PPS Putra Betawi sekarang ini saja sudah istimewa bagi kami. Jelas akan lebih baik lagi kalau PPS Putra Betawi mau membuat turnamen tetap dengan jadwal yang tetap pula. Waktunya silakan tentukan sendiri."
Sungguh banyak aliran pencak silat yang ada di Jakarta dan sekitarnya, sekalipun kemudian hanya beberapa perguruan pencak silat saja yang ambil bagian dalam pertunjukan tersebut. Sebut saja, seperti Perguruan Pencak Silat Mustika Kwitang, Sikak Mas Jatayu; Tiga Berantai, yang merupakan Perguruan Pencak Silat Ketua Umum PPS Putra Betawi Deddy Suryadi; Syahbandar, Pusaka Jakarta, Permata Sakti, Kancing 7 Bintang 12, Sin Lam Ba, Sutera Baja, Bakti Tama dan Perguruan Pencak Silat Cingkrik Goning yang berpusat di Kedoya, Jakarta Barat.
Perguruan tua
Hampir sebagian besar dari perguruan di atas merupakan perguruan tua. Lihat saja seperti Perguruan Pencak Silat Sikak Mas Jatayu yang didirikan tahun 1957. Sejak bergabung dalam PB IPSI pada tahun 1978 sudah banyak pesilat yang didadar.
Selain di wilayah Jakarta, perguruan ini juga diminta jajaran kepolisian untuk memberikan bekal bagi para calon pimpinan kepolisian yang tengah menyelesaikan pelajarannya di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), sejak tahun 1973 hingga 1978.
Lain lagi dengan Perguruan Pencak Silat Cingkrik Goning, yang kini ditangani Tubagus Bambang Sudrajat (52). Sejak dikembangkan, Goning, perguruan silat yang lebih mengutamakan lompatan (cingkrik), itu sudah memiliki lebih dari 12 cabang di lima wilayah DKI Jakarta.
"Perguruan kami ini masih memiliki hubungan dengan Cimande karena memang asalnya dari daerah Banten," kata Bang Ajat, begitu panggilan akrab Tubagus Bambang Sudrajat.
Mau yang lebih tua lagi juga ada, yakni Perguruan Pencak Silat Kancing 7 Bintang 12 yang sejatinya ilmunya dari daerah Cabang Bungin, Karawang, dekat Rengas Dengklok. "Ilmu perguruan ini di bawa Pak Sulaiman ke Jakarta yang tinggal di Petojo, pada tahun 1832," tutur Mansyur Sakban (61), yang membuka cabang di Depok.
Ilmu Kancing 7 Bintang 12 yang permainannya lebih menyerupai gerakan kera itu diajarkan kepada Hanafi yang tinggal di Kwitang. Saat Hanafi meninggal pada tahun 1960, ilmu tersebut sudah diturunkan kepada Zakaria putra Hanafi. "Sekarang ini ilmu pencak Kancing 7 Bintang 12 ini sudah menyebar ke berbagai wilayah termasuk beberapa kota di luar Jakarta. Seperti di Bogor, maupun Tasikmalaya," kata Mansyur, murid Zakaria.
Berkembangnya pencak silat di Jakarta sungguh menggembirakan. Semua pesilat asing akan kembali ke Indonesia untuk mencari akar ilmu yang mereka pelajari di negeri asalnya.
Sumber : http://pencaksilat3berantai.blogspot.com/2008/11/pencak-silat-masih-hidup-di-jakarta.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan komentar! 1 komentar sangat berarti untuk kemajuan blog ini.